Saat pertama kali aku memegang buku yang lumayan tebel ini, aku ragu-ragu, apa iya ini bisa menjawab pertanyaan2 itu?? Namun, karena kebiasaan untuk openmind maka, kubeli juga, dan segera kubaca. Tapi, hanya sekilas-sekilas. Karena lagi-lagi aku merasa kurang nyambung dengan permasalahan kiya.
Tapi sekarang, buku itu aku baca ulang. Dan sering kali aku dibuat tergelak. Terbahak. Gimana engga? Apa-apa yang ditulis oleh Ibu Maria Van Tiel(
http://juliavantiel.multiply.com/ mengenai anak gifted, ada semua di Kiya yang sering kali aku juluki dengan Moncilu (monster cilik yang lucu). Seolah kebingunganku, pertanyaan-pertanyaanku terjawab sudah.. Betapa istimewanya anak gifted itu.Dengan segala kehebohannya, anak-anak ini memang perlu perhatian khusus. Bukan karena kelemahan-kelemahannya, tapi justru karena kelebihannya.
Masih terlalu dini untuk mengatakan Kiya adalah salah satu anak Gifted. Tapi setidaknya, dari buku inilah aku dapat penjelasan yang logis, yang nyambung dengan pengalamanku sehari-hari bersama Kiya. Yang selama ini, aku sering kali binun, seringkali tibuat bertanya2, Kenapa sih Kiya begini? Kenapa sih Kiya Begitu??
Toh setidaknya, aku bisa lebih sabar lagi menghadapi My Kiya. Aku jauh lebih memahami, kenapa dia aktif sekali, kenapa energinya selalu berlimpah ruah, tengah malam buta, aku harus terbangun, menjaganya dan menemaninya bermain. Mengacak-ngacak seluruh isi rumah. Kenapa dia senang sekali memanjat, senang sekali ngegeratakkk. Semua itu dilakukan setiap saat. Bukan hanya sesekali. Tapi SETIAP SAAT. Jadi bukan sekedar, aktifnya anak-anak. Karena untuk kiya, kadar aktifnya di atas normal anak-anak . Aaahhh, setiap anak memang istimewa, memang karunia Tuhan yang terindah.
Wah, pokoke aku senang banget bisa membaca buku ini. Bayangkan, ibu Julia ini referensi bukunya banyak bgt. Kebayangkan kalau aku yang harus membaca sendiri buku-buku tersebut? Itulah kekuatan BUKU. Hanya dengan membaca 1 buku, ilmu2 yang dipelajari bertahun-tahun, dari berbagai referensi, bisa kita serap dalam sekejab. Mengenai Buku tersebut, Berikut adalah resensi dari Bali Post. Yang pasti membaca buku karya Ibu Julia ini benar-benar asik, dengan gaya bahasa yang santai dan sehari-hari, meskipun disana sini topiknya lumayan berat. Toh, buku ini tetap nikmat untuk dihayati. Dan akupun banyak belajar.
Simak aja resensi singkat di bawah ini.
Mengapa Anak Terlambat Bisa Bicara?
ANAK adalah sebuah anugerah yang dinanti-nantikan orangtua. Kehadirannya ke dunia ini begitu berarti hingga orang ua mau mempertaruhkan apa saja demi kehadirannya. Fenomena bayi tabung, operasi caesar, bahkan polemik cloning merupakan sebagian saja dari keinginan orangtua yang sangat mendambakan kehadiran anak.
Berbahagia sekali bagi orangtua yang dianugerahkan anak tanpa melalui proses tersebut. Namun, apa jadinya ketika dalam masa tumbuh kembang anak itu tidak seperti anak-anak pada umumnya? Misalnya saja anak itu mengalami cacat fisik dan mental, atau mengalami perkembangan kepribadian yang tidak biasa?
Anak-anak yang mengalami keterbelakangan atau cacat mental dan fisik telah sejak lama menjadi perhatian dan ditangani secara serius oleh pemerintah atau pihak swasta terkait. Mereka berada dalam wadah organisasi yang menampung dan mengarahkan anak-anak itu dengan beragam pendidikan, dengan tujuan, agar dapat mandiri dan kalau mungkin mampu bermanfaat bagi dirinya serta keluarganya.
Yayasan Pendidikan untuk Anak Cacat (YPAC) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya sebagian saja dari usaha serius pemerintah dan organisasi sosial dalam rangka menangani anak-anak tersebut. Masih ada lagi organisasi lainnya yang mengurusi anak-anak seperti organisasi sosial untuk anak jalanan, anak nakal, anak terlibat narkoba, dan sebagainya.
Sayangnya, sampai sejauh ini masih sedikit sekali lembaga yang memfokuskan kegiatan untuk anak-anak yang bermasalah dalam hal belajar. Streotipe dan labelisasi dengan menyebut anak malas, nakal, keras kepala, yang berlangsung sampai sekarang di negeri ini sebenarnya menunjukkan ketidaktahuan dan kurangnya informasi mengenai permasalahan yang dihadapi anak-anak zaman sekarang yang makin kompleks.
Baru-baru ini muncul istilah baru yang masih sangat samar bagi umumnya orang tua, yakni autisme. Tidak begitu jelas bagaimana bentuk autisme yang diderita anak-anak itu sesungguhnya karena literatur yang mengulasnya masih sangat langka dan begitu pula dengan para ahlinya. Artinya, yang terjadi adalah salah kaprah. Anak yang dalam masa tumbuh kembang hanya asyik dengan dunianya sendiri, tidak merespons lingkungannya yang tidak menarik minatnya, dan tampak memiliki aktivitas yang tidak umum bagi anak-anak seusianya, dengan begitu didiagnosa sebagai anak autis.
Persoalan inilah yang diulas di "Anakku Terlambat Bicara" tulisan Julia Maria van Tiel, terbitan Prenada dengan tahun terbit pertama Februari 2007. Hal-hal yang dipersoalkan pada awal tulisan ini dialami seorang ibu sekaligus penulis buku "Anakku Terlambat Bicara" ini. Anaknya, diprognosa dan didiagnosa sebagai anak autis berdasarkan ciri-ciri umum yang diyakini kebanyakan orang, yakni asyik dengan dirinya dan dunianya sendiri.
Sang anak, Johan, bisa berjam-jam terfokus pada suatu permainan saja. Lebih jauh lagi, Johan, mengalami keterlambatan bicara dibandingkan anak seusianya. Namun di sisi lain, ia memiliki perkembangan motorik yang sangat pesat, khususnya motorik kasarnya, sehingga ia terkesan seperti anak yang tidak mau diam. Atau kebanyakan orang menyebutnya anak hiperaktif.
Tak mudah bagi seorang Julia Maria van Tiel menerima sebutan bahwa anaknya, Johan flores, mengalami perkembangan yang tidak normal, tidak seperti anak pada umumnya. Background-nya sebagai seorang dokter gigi dan meraih gelar Doktor dalam bidang Antropologi Kesehatan menjadi bekal baginya untuk lebih jauh menelusuri misteri yang dialami anaknya. Melalui berbagai literatur yang dibacanya, kenalan orthopedagong, dan kegiatan diskusinya dengan kelompok orang tua yang memiliki anak yang mengalami perkembangan tidak seperti pada umumnya. Akhirnya, dia temukan jawaban dari misteri yang selama ini menggelayuti kepalanya.
Berbakat Positif
Johan Flores bukanlah seorang anak penderita autis sebagaimana yang diagnosa sebelumnya. Johan adalah seorang gifted children atau anak berbakat positif yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Namun, di suatu sisi tertentu dia mengalami kesulitan dan tidak mampu berprestasi sehingga terkesan seperti anak yang tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh gurunya, tidak kreatif, keras kepala, tindak tunduk terhadap perintah, seringkali mengejutkan gurunya, dan terkesan hyperactive karena terlalu banyak bergerak dan tidak bisa berkonsentrasi. Kenyataan ini menjadikan dilema bagi sang Ibu: Benarkah Johan memiliki kemampuan intelegensia yang tinggi atau sebaliknya?
Setelah ditelusuri dengan seksama, Julia Maria, menyimpulkan bahwa anaknya mengalami gangguan keterlambatan bicara yang menjadi penyebab utama baginya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran sehingga seringkali Johan frustrasi dan tidak mau melakukan apa-apa. Menurut buku yang pernah dibacanya menuliskan bahwa "jika anak terlambat bicara, bahkan belum bisa bernyanyi di usianya yang ketiga, bisa jadi anak tersebut mengalami keterbelakangan atau hambatan perkembangan intelegensia".
Tapi, Johan sudah bisa berbicara dan bernyanyi ketika usia satu tahun, lalu mengalami kemunduran perkembangan. Di sisi lain Johan mengalami perkembangan motorik yang sangat pesat. Kembali permasalahan menggumpal bagai benang kusut. Tidak mudah memang mengidentifikasikan kelainan pada anaknya yang begitu spesifik. Diperlukan waktu, kesabaran, ketabahan, pengetahuan, berinteraksi dengan para orang tua yang memiliki masalah sama, menggali informasi sebanyak-banyaknya, baik kepada para ahli dan literatur yang ada, dan pengamatan saksama terhadap anak.
Akhirnya, jerih payah seorang Julia Maria terjawab dalam tulisannya yang terangkum diberi judul "Anakku Terlambat Bicara" ini. Tulisan yang sangat menyentuh ini akan membawa pembaca seolah mengalami sendiri peristiwa-peristiwa sehari-hari bersama anak tercinta. Tulisannya merupakan peristiwa sehari-hari yang mengalir lancar tanpa hambatan seperti detik-detik waktu mengalir deras yang dilalui bersama anaknya.
Istilah-istilah psikologis dan kedokteran yang membingkai tulisan ini, tidak serta merta membuat tulisan ini terkesan eksklusif, karena selalu terdapat uraian-uraian yang memudahkan pemahaman bagi khalayak pembaca umum. Dokter, perawat, guru, dan therapis anak, pihak yang terkait dan peduli dengan tumbuh kembang anak, dianjurkan untuk menikmati membaca buku perjuangan seorang ibu demi anaknya ini. Agar tidak terjadi kesalahan diagnosis dan kesalahan penanganan sebagaimana yang sudah sering terjadi, yang hanya akan merugikan masa depan anak itu sendiri.
* abdul rohim
http://www.balipost.com/BaliPostcetak/2007/6/3/kel1.htmlBy-Yulia
Moz5 Salon Muslimah